Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malpighiales
Famili: Euphorbiaceae
Upafamili: Crotonoideae
Bangsa: Manihoteae
Genus: Manihot
Spesies: M. esculenta
Nama binomial
Manihot esculenta
Crantz
Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong (Manihot utilissima) adalah perdu tahunan tropika dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.
Daftar isi
1 Deskripsi
2 Sejarah dan pengaruh ekonomi
3 Pengolahan
4 Penggunaan
5 Kadar gizi
5.1 Singkong sebagai makanan babi
6 Etimologi dan sinonim
7 Produksi sedunia
8 Rujukan
8.1 Rujukan umum
8.2 Rujukan khusus
9 Pranala luar
Deskripsi
Perdu, bisa mencapai 7 meter tinggi, dengan cabang agak jarang. Akar tunggang dengan sejumlah akar cabang yang kemudian membesar menjadi umbi akar yang dapat dimakan. Ukuran umbi rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari klon/kultivar. Bagian dalam umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat meracun bagi manusia.
Umbi ketela pohon merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionina.
Sejarah dan pengaruh ekonomi
Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa prasejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua kultivar M. esculenta dapat dibudidayakan.
Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.
Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810[1], setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.
Pengolahan
Umbi singkong dapat dimakan mentah. Kandungan utamanya adalah pati dengan sedikit glukosa sehingga rasanya sedikit manis. Pada keadaan tertentu, terutama bila teroksidasi, akan terbentuk glukosida racun yang selanjutnya membentuk asam sianida (HCN). Sianida ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Proses pemasakan dapat secara efektif menurunkan kadar racun.
Dari pati umbi ini dibuat tepung tapioka (kanji).
Penggunaan
Dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai macam masakan. Direbus untuk menggantikan kentang, dan pelengkap masakan. Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, baik untuk pengidap alergi.
Kadar gizi
Kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi:
Kalori 121 kal
Air 62,50 gram
Fosfor 40,00 gram
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 miligram
Vitamin C 30,00 miligram
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 miligram
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,01 miligram[2]
Singkong adalah nama lokal di kawasan Jawa Barat untuk tanaman ini. Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa Melayu secara luas. Nama "ketela" secara etimologi berasal dari kata "castilla" (dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis dan Castilla (Spanyol).
Dalam bahasa lokal, bahasa Jawa menyebutnya pohung, bahasa Sangihe bungkahe, bahasa Tolitoli kasubi, dan bahasa Sunda sampeu.
Jumat, 22 Maret 2013
Ketela pohon, Pohong, ubi kayu
Diposting oleh
Unknown
di
20.05
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook

Sabtu, 16 Maret 2013
Bunga Kitolod, Bunga Pinggiran untuk Mata
KITOLOD (lsotoma longiflora Presi.)
Sinonim :
= Laurentia longiflora, (Linn.), Peterm.
Familia :
Campanuiaceae
Tanaman yang berasal dari Hindia Barat ini tumbuh liar di pinggir saluran air atau sungai, pematang sawah, sekitar pagar dan tempat-tempat lainnya yang lembab dan terbuka. Ki tolod dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1.100 m dpl. Terna tegak, tinggi mencapai 60 cm, bercabang dari pangkalnya, bergetah putih yang rasanya tajam dan mengandung racun. Daun tunggal, duduk, bentuknya lanset, permukaan kasar, ujung runcing, pangkal menyempit, tepi melekuk ke dalam, bergigi sampai melekuk menyirip. Panjang daun 5-17 cm, lebar 2-3 cm, warnanya hijau. Bunganya tegak, tunggal, keluar dari ketiak daun, bertangkai panjang, mahkota berbentuk bintang berwarna putih. Buahnya berupa buah kotak berbentuk lonceng, merunduk, merekah menjadi dua ruang, berbiji banyak. Perbanyakan dengan biji, stek batang atau anakan.
Nama Lokal :
Ki tolod, daun tolod (Sunda), Kendali, sangkobak (Jawa).
Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS : Getahnya beracun. Anti radang.
Kitolod untuk Gangguan Mata
Kitolod merupakan tanaman yang sudah sejak lama digunakan untuk mengatasi gangguan mata. Hal ini dapat dilihat dari kandungan kimia di dalamnya, semisal senyawa alkaloid yakni lobelin, lobelamin dan isotomin. Daunnya mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Getah tanaman mengandung racun, tetapi bagian tanaman lain memiliki efek antiradang (antiflamasi), antikanker (antineoplasmik), menghilangkan nyeri dan menghentikan pendarahan.
Besarnya khasiat tanaman ini sudah dibuktikan pula oleh Sri Mastuti, owner HerbAiniDrops, berawal dari anggota keluarganya yang pernah menderita gangguan mata yang sulit disembuhkan. Pada tahur 1998, Dra Hj NE Rosyitawati yang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah dasar negeri di Cakung, Jakarta Timur, merasakan matanya sering pedih dan gatal. Menurut dokter, hal ini disebabkan kurangnya, produksi air mata atau lebih dikenal dengan istilah mata kering. Selama dua tahun mencoba berbagai macam pengobatan medis, sampai akhirnya ia memeriksakan diri ke salah satu rumah sakit mata di Bandung. Hasilnya memang membaik namun tidak sembuh secara total.
Karena tak kunjung sehat, ia pun membuat ramuan sendiri dengan menggunakan kitolod. Sebelumnya ia telah membaca beberapa buku dan mengetahui khasiat dari tanaman yang bernama ilmiah Isotoma longiflora atau Laurentia longiflora ini dan memberanikan diri untuk bereksperimen demi mendapatkan pengalaman empirik. Kurang lebih dua minggu, matanya terasa membaik. Keluhan mata merah, pedih bahkan buram mulai berkurang. Setelah check up, hasilnya cukup menakjubkan, ia harus mengganti kaca matanya dari minus (-) 21/2 dan plus (+) 21/2 menjadi minus (-) 1 dan plus (+) 1.
Dipadu dengan madu hutan
Obat tetes mata yang sudah ada sejak tahun 2001 ini, sebelum disosialisasikan kepada masyarakat, telah diuji coba oleh orang-orang terdekat. Bahkan sudah beredar sampai ke negeri tetangga, yakni Malaysia dan Jepang. Tetapi masyarakat umum bisa merasakan khasiat obat tersebut baru empat tahun terakhir ini.
Selain menggunakan kitolod, obat tetes matanya dikombinasikan dengan madu hutan untuk memberikan manfaat lebih nyata. Di dalam madu terkandung vitamin yang dibutuhkan oleh mata, seperti vitamin A dan C, sedang kandungan garam mineralnya juga bermanfaat membersihkan dan menyehatkan mata.
“Obat ini sifatnya menghilangkan rasa nyeri dan menghentikan pendarahan. Tetapi jika terjadi pembekuan pada organ mata dan sekitarnya maka akan terdorong keluar,” ujar alumnus Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) di Yogyakarta ini. Wanita berusia 46 tahun ini menguraikan, fungsi saraf mata bisa terganggu karena penyakit atau terganggunya metabolisme tubuh akibat asam urat, kolesterol atau peredaran darah yang tidak lancar. Sedangkan gangguan plus minus biasanya karena kurangnya asupan gizi, khususnya vitamin A dan C, atau vitamin yang dikonsumsi tidak sampai ke mata karena adanya gangguan pada orgar tubuh.
Menurutnya secara umum, gangguar pada mata disebabkan karena terganggunya fungsi metabolisme, kurangnya asupan gizi, benturan keras dan kecelakaan atau karena penyakit kronis seperti diabetes, asam urat, darah tinggi, liver, kolesterol, dan lain-lain. Dan pengobatan pada mata sebaiknya dibarengi dengan pengobatan organ yang sakit.
Pengaruh faktor kejiwaan
Cara penggunaan HerbAiniDrops sama dengan obat tetes mata lainnya. Cukup teteskan satu kali pada mata kiri dan kanan. Biasanya akan terasa perih, merah dan sesekali akan mengeluarkan air mata itupun hanya sebentar. Setelah itu mata dikedip-kedipkan dan diurut perlahan dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Dimulai dari ujung mata atau sudut luar mata ke arah telinga atau pelipis, tujuannya untuk memperlancar peredaran darah di sekitar mata sehingga obat terserap rata. Untuk hasil maksimal, gunakan setiap hari, sehari dua kali yaitu pagi dan malam.
Berdasarkan pengalaman, gangguan mata seperti katarak paling lama pengobatannya, minimal membutuhkan dua botol. Untuk para lansia, tetes mata ini berguna untuk mengatasi air mata berlebihan, kelopak mata berat, mata tidak tahan panas, dan mata gatal. Dengan meneteskan dua kali seminggu sangat berguna untuk perawatan agar di hari tua tidak mudah mengalami gangguan mata seperti glukoma, tidak tahan panas, cairan berlebih, katarak dan lain-lain. Keluhan mata biasa seperti mata merah atau untuk perawatannya dengan beberapa kali tetes sudah terasa khasiatnya. “Obat ini tidak mengkhususkan pada gangguan mata tertentu, bisa digunakan untuk semua gangguan mata,” jelasnya.
Selain itu, disarankan untuk meningkatkan pola hidup sehat. Konsumsi cukup buah dan sayur (vitamin A dan C) serta makanan yang banyak mengandung vitamin E, misalnya bisa diperoleh dari susu kedelai. Kemudian banyak meminum air putih dan berolahraga dan istirahat yang seimbang. Hindari atau kurangi makanan dan minuman yang mengandung bahan sintetis seperti pengawet, penyedap dan pewarna. Hentikan atau kurangi kebiasaan merokok, dan minuman-minuman beralkohol.
"Hurufnya sengaja saya perbesar agar bagi yang mengalami gangguan mata lebih enak" :)
Diposting oleh
Unknown
di
15.52
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
